Selasa, 24 April 2012

TITRASI ARGENTOMETRI


Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan.
  
Ada 3 macam  metode argentometri:
-  Metode Mohr
- Metode Volhard
- Metode Fajans

Metode Mohr

Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.

Reaksinya:
NaCl + AgNO       AgCl (endapan) + NaNO
2AgNO + KCrO (endapan) + 2KNO

Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
1.     Dalam suasana asam endapan AgCrO akan larut karena terbentuk perak dikromat (AgCrO)
2.     Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida

AgNO + NaOH      AgOH (endapan) + NaNO

Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:
1.     Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2.     Ion yang membentuk kompleks dengan Ag, misalnya: CNˉ, NH diatas Ph 7
3.     Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²
4.     Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

Metode Volhard

Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl, Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NHCNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)² yang larut, berwarna merah.

Reaksinya:
Ag + NHCNS       AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NHCNS + Fe³      Fe(CNS)² + NH₄⁺

Metode Fajans
 
Titrasi argentometri yang menggunakan indicator adsorbsi ini dikenal dengan sebutan titrasi argentometri metode Fajans. Sebagai contoh marilah kita gunakan titrasi ion klorida dengan larutan standart Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat tersebut adalah: Ag+(aq)  + Cl-(aq) -> AgCl(s)  (endapan putih).


Titrasi pengendapan merupakan  yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.

TITRASI ASAM BASA


Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa)
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Prinsip Titrasi Asam basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

Cara Mengetahui Titik Ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.

Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa).

TITRASI


Titrasi adalah metode penentuan kadar ( konsntrasi ) suatu larutan dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya  ATAU penentuan banyaknya suatu larutan dgn konsentrasi yg diketahui & diperlukan untuk bereaksi secara lengkap degan sejumlah contoh tertentu yg akan di analisis.
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai :

Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya.Untuk mengetahui bahwareaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi.
 
Contoh yg akan dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui). Prosedur analitis yg melibatkan titrasi dgn larutan-larutan yg konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri

Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali.

Tidak semua titrasi membutuhkan indikator.Dalam beberapa kasus, baik reaktan maupun produktelah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator".Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan.Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.

Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara langsung.Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi.Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan.

Dalam suatu titrasi untuk menentukan kemolaran suatu larutan dengan menggunakan larutan lain yang sudah diketahui kemolarannya. Larutan peniter itu kita sebut larutan standar.Ketetapan dari kosentrasi larutan yang dititer salah satunya bergantung pada kepastian kemolaran dari larutan peniter.

Cara penyediaan larutan standar

Biasanya larutan standar yang digunakan adalah NaOH, dalam membuat larutan NaOH maka kita harus menimbnag kristalnya dan melarutkan dalam air.karena Kristal NaOH bersifat higroskopis dan mudah mengikat karbon dioksida dalam udara dalam penimbangan juga akan mempengaruhi dalam ketelitiannya.
Untuk memperoleh kosentrasi larutan dengan akurasi tinggi adalah
  • Tersidia dalm kemurnian tinggi
  • Tidak higroskopis dan tidak bereaksi dengan sesuatu diudara
  • Mempunyai massa molekul relative (Mr) yang relative besar, sehingga lebih teliti dengan penimbangan
  • Larutan dalam pelarut yang diinginkan, misalnya dalam air
  • Bersifat stabil tidak mudah terurai atau berubah menjadi zat lain
  • Sebaiknya relative murah, tidak beracun dan aman bagi lingkungan
Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, seperti ;
  • Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
  • Reaksi harus berlangsung secara cepat.
  • Reaksi harus kuantitatif
  • Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam (jelas perubahannya).
  • Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam titrasi yaitu :
  • Titrasi asam basa
  • Titrasi pengendapan
  • Titrasi kompleksometri
  • Titrasi oksidasi reduksi
Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan larutan standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • mempunyai kemurnian yang tinggi
  • mempunyai rumus molekul yang pasti
  • tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang
  • larutannya harus bersifat stabil
  • mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi
Suatu larutan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas disebut larutan standard primer. Sedang larutan standard sekunder adalah larutan standard yang bila akan digunakan untuk standardisasi harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan standard primer.
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi.

Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) & jumlah yg t’pakai dpt diketahui dr tinggi sebelum &sesudah titrasiLarutan asam yg dititrasi dimasukkan kedlm gelas kimia (erlenmeyer) dg mengukur volumenya terlebih dahulu dg memakai pipet gondok.Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen


Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:

1 : LARUTAN BAKU PRIMER
2 : LARUTAN BAKU SEKUNDER


1.      Larutan baku primer Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri.

Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer: – mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. – tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara. – zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu. – sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan. – zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih. – reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.

2.      Larutan baku sekunder Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.

Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2 Syarat-syarat larutan baku sekunder: – derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer – mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan – larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
“Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zatnya lalu dilarutkan dalam sejumlah pelarut(air). Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang ditimbangnya/dibuat.
Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu disebut larutan baku primer. Syarat agar suatu zat menjadi larutan baku primer adalah:
  1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-1200C) dan disimpan dalam keadaan murni.
  2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
  3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
  4. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
  5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
  6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
Konsentrasi larutan baku yang digunakan dapat berupa molaritas(jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan) dan normalitas(jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan). Satuan molaritas merupakan satuan dasar yang digunakan secara internasional, sedangkan satuan normalitas biasa juga dilakukan dalam analisis karena dapat memudahkan perhitungan.
Membuat Larutan Baku Primer
  • Tentukan dahulu berapa banyak larutan yang akan dibuat, zat apa yang akan dibuat menjadi larutan baku primer, dan berapa besar konsentrasinya. Misalnya 100 cm3 larutan asam oksalat 0,1 M.
  • Setelah itu hitung berapa massa yang harus ditimbang dan siapkan peralatan sesuai yang diperlukan (gelas kimia kecil atau botol timbang, corong pendek, batang pengaduk , botol semprot, labu ukur sesuai dengan volume yang akan dibuat). Keadaan alat harus bersih dan siap untuk segera dipakai.
  • Timbang zat sesuai dengan perhitungan dan timbang dengan teliti (sampai 4 desimal) dalam gelas kimia kecil atau botol timbang, lalu catat hasil penimbangan tersebut dengan baik untuk menentukan konsentrasi secara akurat.
  • Siapkan wadah(labu ukur) untuk melarutkan dan pada ujung (mulut labu ukur) diletakkan corong pendek.
  • Larutkan zat dengan sedikit air dan aduk sampai sebanyak mungkin zat padat tersebut larut, jika sudah tidak dapat larut lagi tuangkan larutan ini ke dalam labu ukur yang sudah siap(di atas) dan lanjutkan pelarutan sampai semua zat padat terlarut.
  • Setelah semua zat padat terlarut bilas gelas kimia kecil atau botol timbang tersebut dan air dan air bilasannya dimasukan dalam labu ukur. Setelah itu lakukan pembilasan dengan cara gelas kimia kecil atau botol timbang dan batang pengaduk dipegang dengan tangan kiri dan letakkan di atas corong pendek yang di bawahnya terdapat labu ukur, lalu semprotkan air dari botol semprot pada gelas kimia tersebut. Hati-hati penyemprotan air ini jangan sampai airnya terpercik ke luar. Lakukan ini minimal 3 kali, lalu letakkan gelas kimia kecil dan semprot batang pengaduknya lalu angkat batang pengaduk dan simpan. Bilas juga corongnya 3 kali baru corong diangkat perlahan-lahan sambil tangkainya dibilas.
  • Isikan air sampai mendekati tanda batas lalu keringkan bagian dalam di atas larutan dengan kertas isap(hati-hati jangan sampai kertas isap masuk dalam larutan).
  • Tanda bataskan labu dengan cara meneteskan air dari pipet tetes yang bagian luarnya kering ke atas larutan. Tutup labu dan aduk-aduk campuran dengan cara pegang tutup labu dengan jari tangan dan ujung labu yang lain diletakan pada tangan. Gerak-gerakkan tangan turun naik sebanyak 10 kali maka larutahn baku primer siap untuk digunakan.
  • Lakukan juga pembuatan larutan baku primer untuk larutan boraks. Setelah ditimbang, boraks ini ditambahkan air lalu dipanaskan dengan sedikit air sampai boraks larut , lalu tambahkan lagi sedikit air dan biarkan mendingin baru dilarutkan seperti di atas.

Proses analisis untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat, dengan mengukur volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna disebut analisis volumetri. Analisis ini juga menyangkut pengukuran volume gas.

Proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi. Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standard. Proses penentuan konsentrasi larutan standard disebut “menstandardkan” atau “membakukan”. Larutan standard adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetrik. Ada cara dalam menstandardkan larutan yaitu:
  1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standard primer, sedangkan zat yang digunakan disebut standard primer.
  2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandardkan dengan larutan standard primer, disebut larutan standard sekunder.
  Membuat Larutan Baku SEKUNDER   
. Zat yang dapat digunakan untuk larutan baku sekunder, biasanya memiliki karakteristik seperti di bawah ini:
  1. Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
  2. Zatnya tidak mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air, menyerap CO2 pada waktu penimbangan
  3. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
  4. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
  5. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan

Dalam proses analisis volumetri atau titrasi pasti akan ditemui dua istilah penting yang selalu terpisah (tidak pernah berdampingan), yaitu “titik ekuivalen” dan “titik akhir titrasi”.
Benar mereka selalu akan muncul dalam tiap proses titrasi tapi sayangnya mereka tidak pernah hadir secara bersamaan tetapi hadir secara beriringan. Dan bisa dipastikan kalau TE akan selalu hadir lebih dulu baru disusul oleh TAT.
Titik ekuivalen (TE) adalah angka atau volume yang menjadi tujuan utama dalam titrasi, yup… seharusnya angka TE ini yang menjadi angka perhitungan, tapi sayangnya angka ini tidak dapat diperoleh secara manual atau dalam titrasi biasa maksudnya tidak bisa diamati. Jadi ya..angka ini hanya teoritis pada akhirnya.
Nah yang bisa diamati hanyalah Titik Akhir Titrasi (TAT), yaitu dengan cara perubahan warna dari indicator, atau dalam pekerjaan saat larutan sample dalam Erlenmeyer berubah warna.
Kenapa seharusnya TE yang ada dihitungan?Karena TE adalah jumlah titran (yang diburet) yang equivalen (tepat) bereaksi dengan sample.Jadi seharusnya angka/volume ini yang dihitung, tapi karena tidak ada indicator yang bisa menunjukkan kejadian ini makanya tidak dapat ditentukan. Kecuali menggunakan metoda potensiometri
Sementara TAT adalah saat dimana indicator berubah warna, dan perubahan ini akan terjadi bila dalam Erlenmeyer terdapat titran yang berlebih. Titran bisa berlebih karena sample sudah tidak ada lagi (habis bereaksi) atau dengan kata lain TE sudah tercapai. Kelebihan titran ini tidak boleh banyak bahkan harus sangat sedikit.
Perbedaan TAT dengan TE haruslah sangat dekat, idealnya memang berimpit tapi itukan tidak mungkin, jadi yang deket banget lah… indikasinya perubahan warna indicator sangat tipis jangan sampai berwarna tua.
Jadi bagaimanapun TE vs TAT tidak pernah terjadi secara langsung karena mereka tidak pernah ketemu.